TANJUNGPINANG – Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) sukses menjadi pusat perhatian dunia akademik dengan menggelar Seminar Internasional “Rusydiah Club: Perkumpulan Cendekiawan Melayu dan Inspirasinya”, Senin(08/09). Acara prestisius yang ditaja bersama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kepri ini berhasil melampaui ekspektasi sebuah diskusi sejarah, dengan terungkapnya bukti-bukti arsip baru yang secara fundamental menulis ulang narasi tentang Rusydiah Club, kelompok intelektual perintis dari Pulau Penyengat.
Temuan-temuan ini tidak hanya mengoreksi tanggal pendirian dan struktur organisasi yang selama ini diyakini, tetapi juga membuktikan adanya semangat kebangsaan yang matang yang mendahului kelahiran Budi Utomo, sekaligus memantapkan posisi UMRAH sebagai pewaris sah tradisi intelektual maritim dunia Melayu.
Seminar dibuka dengan pidato penuh visi dari Rektor UMRAH, Prof. Dr. Agung Dhamar Syakti, S.Pi, DEA, yang menegaskan bahwa acara ini bukanlah sekadar nostalgia, melainkan sebuah penegasan identitas.
“Kita tidak berkumpul di sembarang tempat. Kita berada di sebuah kawasan yang denyut peradabannya telah lama menginspirasi Nusantara,” ujar Rektor, merujuk pada kedekatan lokasi dengan Pulau Penyengat, yang disebutnya sebagai “laboratorium peradaban”.
Dalam pidatonya, Rektor secara strategis mengaitkan warisan Rusydiah Club dengan empat pilar Visi keunggulan UMRAH. Ia memaparkan bagaimana misi Rusydiah Club untuk “mengangkat martabat pribumi melalui pencerahan akal budi” kini dilanjutkan oleh UMRAH sebagai Pusat Kecemerlangan Pendidikan Tinggi. Semangat “armada intelektual” mereka yang menyebarkan gagasan melalui ratusan kitab, kini diwarisi oleh UMRAH sebagai Pusat Kecemerlangan Riset melalui jurnal internasional dan inovasi teknologi. Kepedulian sosial mereka diterjemahkan dalam pilar Marisociopreneurship, dan visi holistik mereka untuk membangun tamadun yang maju adalah DNA yang membentuk identitas UMRAH hari ini”sebagai Pusat Kecemerlangan Tamadun Maritim.
Menulis Ulang Sejarah Nasional dari Kepulauan Riau
Sesi akademik seminar menjadi ajang pengungkapan fakta-fakta yang mengubah pemahaman sejarah. Aswandi Syahri, sejarawan dari Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kepulauan Riau, menjadi sorotan utama saat mempresentasikan temuan-temuan dari arsip primer yang belum pernah dipublikasikan.
“Selama ini, banyak masalah dalam penulisan sejarah Rusydiah Club berpunca dari langkanya bahan arsip,” ungkap Aswandi. “Namun, temuan baru memungkinkan kita untuk merekonstruksi sejarahnya dengan lebih akurat.”
Beberapa temuan kunci yang dipaparkan Aswandi secara efektif mengoreksi catatan sejarah:
- Tahun Berdiri yang Pasti: Berdasarkan bukti stempel resmi organisasi yang ditemukan, Rusydiah Club secara definitif didirikan pada tahun 1313 H atau 1895 M, bukan sekitar tahun 1892 seperti yang selama ini banyak dikutip.
- Struktur Kepemimpinan Modern: Perkumpulan ini ternyata dipimpin oleh seorang “President”, sebuah istilah yang sangat modern pada masanya. Dua presiden pertama berhasil diidentifikasi: Tengku Abdullah (1895–1897) dan Tengku ‘Abdulkadir (1897–1910).
- Mitos Keanggotaan Terbantahkan: Mitos bahwa anggota harus memiliki karya tulis terbantahkan dengan ditemukannya sertifikat keanggotaan yang menunjukkan syaratnya adalah permohonan resmi, “akhlak yang terpuji,” dan pembayaran iuran.
Namun, temuan yang paling menggemparkan adalah bukti adanya pidato politik dari tokoh Rusydiah Club, Tengku Usman, pada tahun 1906. Dalam pidato yang diterbitkan di majalah al-Imam itu, Tengku Usman secara eksplisit menggunakan konsep “watan” (tanah air) dan menyerukan “anak bumi” untuk bersatu membelanya dari pengaruh asing. Ini adalah gema semangat kebangsaan yang disuarakan dua tahun penuh sebelum berdirinya Budi Utomo pada 1908, menantang narasi sejarah nasional yang selama ini cenderung Jawa-sentris.
Strategi Perlawanan Lewat “Jihad Pena”
Pembicara lain, Dr. Mu’jizah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengupas strategi politik-budaya Rusydiah Club sebagai bentuk perlawanan intelektual. Menurutnya, mereka secara cerdas meramu tradisi dan modernitas untuk melawan hegemoni kolonial.
“Nama ‘Rusydiah Klub’ itu sendiri adalah simbol,” jelas Dr. Mu’jizah. “Kata ‘Rusydiah’ dari Arab yang berarti pencerahan, berpadu dengan ‘Klub’ dari Barat. Ini menunjukkan gerakan yang berakar pada identitas Melayu-Islam namun mengadopsi bentuk organisasi modern.”
Strategi ini, lanjutnya, diwujudkan melalui administrasi modern dengan sertifikat dan surat resmi, serta kegiatan sosial seperti acara Taman Penghiburan yang menyatukan kaum elite dan rakyat. Perjuangan mereka adalah “Jihad Pena”, sebuah perang gagasan yang dilancarkan melalui jaringan percetakan dari Penyengat hingga Singapura untuk membangun sebuah peradaban yang berdaulat.
UMRAH sebagai Nakhoda “Rusydiah Club Abad ke-21”
Seminar ditutup dengan optimisme dan sebuah panggilan untuk masa depan. Rektor UMRAH kembali menegaskan harapannya agar momentum ini tidak berhenti. “Saya berharap seminar ini menjadi ‘Rusydiah Club’ abad ke-21. Sebuah wadah di mana para cerdik cendekia dari berbagai bangsa berkumpul, berdebat, dan melahirkan gagasan-gagasan baru,” seru Rektor.
Panggilan ini menandai komitmen UMRAH untuk mengambil peran sebagai nakhoda dalam membangun “armada intelektual serantau” yang baru. Dengan keberhasilan seminar ini, UMRAH tidak hanya membuktikan diri sebagai tuan rumah yang kompeten, tetapi juga sebagai pemimpin sebuah gerakan intelektual baru yang siap mengarungi samudra ilmu pengetahuan, melanjutkan warisan agung dari para cendekiawan Penyengat.
Seminar dibuka oleh Kadis Kebudayaan Kepri, Dr. Juramadi Esram mewakili Gubernur Kepri, dengan pengantar dari Pembina MSI Kepri, Dato’ Rida K Liamsi dan Pembina Yayasan Majelis Amanah Warisan Bintan, Dato’ H. Huzrin Hood dan Rektor Umrah, Prof Dr Agung Damar Syahti DEA. Acara ini dipandu moderator Dr. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A., dan dihadiri ratusan akademisi, peneliti, dan mahasiswa. **
Editor: Humas UMRAH

