TANJUNGPINANG – Konferensi Internasional The 5th Maritime Continent Fulcrum (MAcIFIC) 2025 resmi dibuka di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjungpinang, pada Rabu (24/9).
Mengusung tema “Shaping the Oceans of Tomorrow Through Science and Sustainable Solutions“(Membentuk Wajah Lautan di Masa Depan Melalui Sains dan Solusi Berkelanjutan), konferensi ini menjadi wadah bagi para pakar global untuk menyuarakan gagasan-gagasan transformatif dalam menghadapi tantangan kelautan. Dua isu utama yang mengemuka dalam sesi pembukaan adalah inovasi radikal dalam produksi bioenergi dari limbah dan pentingnya integrasi regional untuk menyukseskan agenda Ekonomi Biru.
Acara dibuka secara resmi oleh Rektor UMRAH, Prof. Dr. Agung Dhamar Syakti, S.Pi., DEA, di hadapan para delegasi dan tamu kehormatan. Turut hadir perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Guntur Sakti, S.Sos, M.Si selaku Staf Ahli Gubernur, dan perwakilan Walikota Tanjungpinang, Drs. H. Tamrin Dahlan. Forum saintifik internasional ini semakin diperkaya dengan kehadiran para pembicara kunci dari berbagai negara, termasuk Prof. ChM. Ts. Dr. Taufiq Yap Yun Hin dari Malaysia, Prof. V. N. Attri dari Indian Ocean Rim Association (IORA), serta para akademisi terkemuka lainnya dari Afghanistan, Prancis, Brazil, dan Kanada, yang bergabung baik secara luring maupun daring.
Dalam sambutannya, Rektor UMRAH menekankan peran krusial ilmu pengetahuan untuk mengatasi tantangan global. “Kita harus melindungi hari esok kita sejak kemarin, dan kita harus memperbaiki kesalahan kita hari ini,” ujar Prof. Agung, menggarisbawahi urgensi tindakan kolektif dalam menjaga kesehatan laut. Ia menjabarkan tujuh pilar utama untuk membentuk masa depan lautan, yang mencakup percepatan riset, promosi konservasi, akselerasi ekonomi biru, perang melawan polusi, penguatan tata kelola, edukasi publik, dan pemanfaatan bioteknologi kelautan.
Revolusi Energi dari Dapur dan Kebun Sawit
Sesi pleno pertama menghadirkan Prof. ChM. Ts. Dr. Taufiq Yap Yun Hin dari Universiti Putra Malaysia (UPM), yang menyajikan terobosan dalam produksi bioenergi berkelanjutan. Ia menyoroti potensi luar biasa dari limbah yang sering terabaikan, seperti minyak jelantah (waste cooking oil) dan biomassa kelapa sawit, untuk diubah menjadi bahan bakar bernilai tinggi.
“Fokus kita adalah mengubah limbah menjadi kekayaan (waste to wealth),” jelas Prof. Taufiq. “Minyak jelantah, yang harganya sangat murah, dapat diproses menjadi bahan bakar berkualitas tinggi melalui teknologi katalis yang tepat.”
Ia memaparkan hasil riset mutakhir timnya yang berhasil mengembangkan katalis heterogen (padat) untuk mengubah minyak jelantah menjadi Bahan Bakar Jet Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel – SAF). Inovasi ini dianggap sebagai kontribusi signifikan untuk mendukung target industri penerbangan global mencapai Net Zero Carbon pada 2050.
Ekonomi Biru: Kunci Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Maritim
Pada sesi berikutnya, Prof. V. N. Attri dari Indian Ocean Rim Association (IORA) membahas pentingnya Ekonomi Biru (Blue Economy) sebagai paradigma pembangunan yang komprehensif bagi negara-negara maritim. Ia menegaskan bahwa keberhasilan implementasi Ekonomi Biru sangat bergantung pada integrasi kebijakan dan kerja sama regional.
“Ekonomi Biru bukan hanya soal pemanfaatan sumber daya laut, tetapi tentang melakukannya secara berkelanjutan dengan menjaga kesehatan ekosistem,” terang Prof. Attri.
Ia memuji inisiatif Poros Maritim Dunia yang diusung Indonesia sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi geopolitik di kawasan Indo-Pasifik. Ia juga menyoroti langkah maju yang telah diambil ASEAN dengan meluncurkan ASEAN Blue Economy Framework (ABEF) pada KTT ke-43 tahun 2023, yang menjadi fondasi bagi negara-negara anggota untuk berkolaborasi dan memperkuat kapasitas dalam mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.
Selain dari Dua pembicara utama tersebut masih ada beberapa pembicara yang terbagi dalam beberapa sesi.
Secara keseluruhan, pembukaan MAcIFIC 2025 memberikan pesan kuat bahwa masa depan lautan yang sehat dan produktif bergantung pada sinergi antara inovasi ilmiah, kebijakan yang visioner, dan kolaborasi internasional yang erat. Konferensi ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang akan membentuk arah pengelolaan maritim di kawasan dan dunia.
Editor& Foto: Adi Pranadipa

